I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dalam presentase. Pada saat terjadi inflasi daya beli uang menurun. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi. Deflasi berarti penurunan harga barang dan jasa secara umum. Hal ini dapat menyebabkan kelesuan dalam dunia ekonomi. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah indeks yang memberikan informasi mengenai perkembangan rata-rata perubahan harga sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) harga barang atau jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Pada bulan Februari tahu 2005 nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan tingkat volalitas yang rendah. Rata-rata selama bulan Februari nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.252 per dollar US$ atau mengalami depresiasi 0,55% dibandingkan bulan sebelumnya. Hal yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga kesehatan di bulan februari yaitu pada bulan Januari terjadi kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan harga kesehatan pada bulan Februari yaitu naiknya harga listrik, transportasi dan upah kerja yang berpengaruh dalam menghasilkan produk obat-obatan. Tetapi dengan kenaikan BBM pemerintah telah mengupayakan kebijakan stabilisasi harga pangan terpadu. Kebijakan tersebut antara lain dilakukan melalui peningkatan subsidi bahan pangan dan operasi pasar, serta penurunan tarif impor beberapa komoditi bahan pangan. Tidak hanya kesehatan mengalami kenaikan tetapi bahan makanan juga mengalami kenaikan yang drastis dari bulan 2004 hingga bulan 2008. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dibandingkan makanan yang tersedia.
Perlunya inflasi dikendalikan rasanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Inflasi menggerogoti nilai riil pendapatan menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Di sisi supply, banyak proyek terancam tidak feasible akibat inflasi yang terlalu tinggi, sehingga investasi tidak jadi dilakukan dan lapangan pekerjaan tidak bertambah. Saat ini, tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga rill terancam negatif yang akan memberikan tekanan pada nilai rupiah terhadap uang asing, khususnya di tengah kabar akan meningkatnya suku bunga Fed Fund di Amerika.
Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga
minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya
pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-pabrik
pengolahan.
Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam
inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan energi batubara dan gas akan juga terjadi
dan mengakibatkan kenaikkan biaya energi, berikut ini digambarkan pergerakan
harga minyak dunia kuartal 3 : 2007 sampai kuartal 4 : 2008, dan juga respon dari
inflasi.
Dari data terlihat trend peningkatan harga minyak dunia dan diikuti oleh
pergerakan inflasi, Maret 2008 sampai Juni 2008 adalah terjadinya pergerakan harga
minyak tertinggi, dimana harga minyak meningkat tajam dari 104,12 dolar/barells
meningkat menjadi 144,07 dolar/barells yang diikuti oleh pengumuman pemerintah
tentang kenaikan harga BBM sebesar 28,7% pada JumÃat 23 Mei 2008. Harga
premium naik menjadi 6.000 dari 5.500, solar 5.500 dari 4.300, dan minyak tanah
2.500 dari 2.000 per liter. Kenaikan harga BBM ini jelas saja memicu peningkatan
inflasi yaitu dari 8,17% menjadi dua digit yaitu 11,03%. Bahkan walaupun harga
minyak dunia telah mengalami penurunan pada kuartal 3 September 2008, namun
tingkat inflasi masih tetap tinggi yaitu berada dikisaran 12,14%.
Padahal, hal yang sama sudah pernah dilakukan pemerintahan SBY-JK
(Pemerintah pada saat itu) pada tahun 2005 di mana pemerintah kemudian berjanji
untuk tidak menaikkan harga BBM lagi. Sebuah kebijakan yang banyak menuai
protes karena dinilai telah mempermainkan kepiluan nasib masyarakat miskin.
Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi
di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan
pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan
produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.
Inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk
menambah kapasitas produksinya, tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak
negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen,
sekaligus potensi penjualan perusahaan.
Selain itu,dalam tulisan ini kami akan menampilkan data inflasi terbaru yang telah kami dapatkan dari
1.3 Permasalahan
Inflasi sebenarya dapat dikendalikan walaupun tidak mudah, Untuk itu perlu dikendalikan faktor-faktor dominan penyebab inflasi yang ditipa-tiap negara bisa sama. Untuk di Indonesia ada beberapa faktor permasalahan inflasi yang menonjol diantaranya :
1. Faktor Moneter (care inflation)
Faktor ini konsisten dengan pendapat begawan ilmu ekonomi moneter Milton Friedman yang mengatakan “inflation is always a monetary phenomenon”. Maka tidak salah bila dalam UU No. 3 tahun 2004, Bank Indonesia(BI) adalah pihak yang diberi bertanggung jawab oleh negara untuk memelihara nilai rupiah, karena BI yang mengendalikan instrumen-instrumen moneter termasuk jumlah uang yang beredar. Walalupn faktor moneter paling dominan pengeruhnya, core inflation selama ini dalah bagian inflasi yang paling mudah dikendalikan. Dari data tahin 2003, deviasi realisasi dari perkiraan core inflation hanya 1,07% dari perkiraan 8% di awal tahun tersebut. Berikut ini adalah tabel perkiraan dan realisasi inflasi tahun 2003 :
2. Perubahan atas administered prices
Yaitu harga barang –barang dan jasa tertentu yang tingkat harganya ditentukan secara sepihak oleh pemerintah, BUMN atau kartel, sepertoi BBM, listrik, telepon, air,SPP sekolah dsb. Dari data BI, tingkat kemelencengan realisasi dari perkiraan untuk tahun 2003 cukup besar yaitu 7,59%, sekaligus menunjukan tipisnya kesadaran, kesepakatan maupun koordinasi para pengambil kebijakan terkait (baiuk swasta maupun pemerintah) dalam pengendalian administered prices ini.
3. Fenomena supply-shock
Fenomena ini sangat mempengarui perekonomian kita, baik dari sisi domestik( seperti kekeringan, gagal panen, dan wabah ternak) maupun internasional (seperti naiknya harag crucle oil, perubahan exchange rate, dan suku bunga internasional). Data BI tahun 2003 deviasi realisasi dari perkiraan food volatile inflation cukup besar, yaitu 7,69% menunjukan sulitnya mengendalikan inflasi di bidang ini. Departemen perdagangan dan perindustrian belum dapat mewujudkan kebijakan distribusi yang efektif untuk menghindari tingginya inflasi bila terjadi krisis pangan. Ketergantungan atas impor minyak bumi juga memperparah inflasi apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia. Tiap satu dollar AS kenaikan harga minyak bumi akan berdampak 0,05% pada tingkat inflasi, dan tiap satu persen Rupiah melemah terhadap dollar amerika akan membawa dampak 0,23% pada tingakt inflasi.
1.4 DAMPAK INFLASI
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaumburuh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana daribank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakatI
1.5 PEMECAHAN MASALAH
Mengingat pentingnya pengendalian inflasi bagi ekonomi suatu negara, maka sejak tahun 1990-an berbagai negara mulai menerapkan kebijakan Inflation Targeting yang bertujuan untuk membentuk dan mengarahkan ekspektasi masyarakat (inflation expetation) kepada tingkat inflasi yang rendah sebagai target, dan memberikan pedoman kepada para pelaku pasar (baik konsumen maupun produsen) dan para pembuat kebijakan untuk ikut mewujudkan target inflasi ini. Bahkan di Malaysia program ini disertai sosialisasi dan edukasi masyarakat yang sangat rigorous yang disebut Inflation Sifar(Zero Inflation) di awal tahun 1990-an, melalui berbagai media massa. Inti dari program ini yaitu untuk menyadarkan masyarakat bahwa inflasi itu merugikan dan harus diperangi. Disana, masyarakat disadarkan bahwa mencari untung sesaat dengan menaikan harga dan upah pada akhirnya akan membuat perekonomian Malaysia itu tidak kompetitif dan akhirnya merugikan diri mereka sendiri. Salah satu ccontohnya dalam minggu ketiga setiap bulan atau waktu-waktu tertentu, diadakan pesta diskon serentak secara nasional. Tidak heran kini Malaysia merupakan salah satu negara Inflasi terendah dengan harga produk paling kompetitif di Asia.
2.1 Teori Inflasi
Secara garis besar ada 3 (tiga) kelompok teori mengenai inflasi. Ketiga teori itu adalah, Boediono (1982: 169-170):
1.Teori Kuantitas (persamaan pertukaran dari Irving Fisher: MV=PQ)
Teori kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini mengatakan bahwa penyebab utama dari inflasi adalah:
a.Pertambahan jumlah uang yang beredar
b.Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations) di masa mendatang.
Tambahan jumlah uang beredar sebesar x% bisa menumbuhkan inflasi kurang dari x%, sama dengan x% atau lebih besar dari x%, tergantung kepada apakah masyarakat tidak mengharapkan harga naik lagi, akan naik tetapi tidak lebih buruk daripada sekarang atau masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari sekarang, atau masa-masa lampau.
2.Teori Keynes
Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rezeki antara golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu, apabila timbul inflationary gap).
Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi berkelanjutan. Teori ini menarik karena:
a.Menyoroti peranan system distribusi pendapatan dalam proses inflasi,
b.Menyarankan hubungan antara inflasi dan faktor-faktor non-ekonomis.
3.Teori strukturalis
Teori strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran (inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Teori strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang. Disebut teori inflasi jangka panjang karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor structural dari perekonomian.
Menurut teori ini, ada 2 (dua) ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi.
a.Ketegaran yang pertama berupa ³ketidakelastisan´ dari penerimaan ekspor, yaitu
nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-
sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena :
1)Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak
menguntungkan dibanding dengan harga barang-barang impor yang harus
dibayar.
2)Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsive terhadap
kenaikan harga (supply barang-barang ekspor yang tidak elastis). Kelambanan
pertumbuhan ekspor ini berarti kelambanan kemampuan untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkan untuk konsumsi maupun untuk investasi.
Akibatnya, negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan pembangunan
yang menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang yang
sebelumnya diimpor (import substitution strategy).
b.Ketegaran yang kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supply atau produksi
bahan makanan di dalam negeri.
2.1 Biaya Inflasi
Biaya Inflasi yang diharapkan muncul karena hal-hal sebagai berikut, Putong (2002:
262-263):
1.Shoe leather cost (biaya kulit sepatu) adalah istilah yang menyatakan bahwa bila
inflasi sesuai dengan harapan maka relatif penetapan suku bunga bank akan lebih
besar dari tingkat inflasi.
2.Menu cost (biaya menu), yaitu biaya yang muncul karena perusahaan harus sering
mengubah harga dan itu berarti harus mencetak dan mengedarkan katalog baru.
3.Complaint and opportunity loss cost (biaya komplain dan hilangnya kesempatan).
Bila perusahaan dengan sengaja tidak mau mengganti katalog baru, maka perusahaan
akan mengalami kerugian karena harga akan naik sementara perusahaan menjual
dengan harga lama. Bila tidak sengaja, maka perusahaan akan mendapat komplain
dari pelanggan karena harga tidak sesuai dengan catalog (khusus untuk Negara yang
konsumerismenya relative sangat baik).
4.Biaya perubahan peraturan/undang-undang pajak.
5.Biaya ketidaknyamanan hidup.
Biaya inflasi yang tidak diharapkan:
1.Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor.
2.Penurunan nilai uang pensiunan.
1.3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.Inflasi digolongkan menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan, sedang, berat, hiper inflasi), sebab awalnya (demand atau cost inflation), asalnya (domestic atau imported inflation).Ada 3 teori utama mengenai inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa penyebab utama inflasi adalah pertambanahn jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi karenan masyarakat hidup diluar batas kemampuan sekonomisnya.. Teori strukturalis: sebab inflasi adalah dari kekakuan struktur ekonomi.
Biaya Inflasi yang diharapkan muncul adalah: Shoe leather cost, Menu cost,Complaint and opportunity loss cost, Biaya perubahan peraturan/undang-undang pajak, danBiaya ketidaknyamanan hidup. Biaya inflasi yang tidak diharapkan: Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor dan Penurunan nilai uang pensiunan.Dampak inflasi antara lain engara rentan timbul kekacauan, masyarakat menarik tabungan, bank kekurangan dana dam bangkrut, harga semakin naik, distribusi barang tidak adil, produsen bangkrut, dampak positifnya adalah masyarakats emakinselektif memilih barang,menumbuhkan industri kecil, dan pengangguran berkurang karena banyak wirausahawan.Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi inflasi adalah yangberkaitan dengan Kebijaksanaan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan yang Berkaitan dengan Output, Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing, Sanering, dan Devaluasi.
3.2.Saran
Dengan dua pendekatan (moneterist dan strukturalist ) pada komposisi yang tepat, maka diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi dapat dikendalikan, tetapi juga dalam 20 jangka panjang. Dan, bila ada upaya yang serius untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan struktural yang ada, maka akan berakibat pada membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.
4.DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
Prahatma Rahardja dan Mandala Manurung,”Pengantar Ilmu Ekonomi”.FEUI 2002.359-375
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-NonDegree-7301-1306030009-bab1.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27583/4/Chapter%20I.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Data+Inflasi/
sumber http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Data+Inflasi/